Bertambahnya usia dan menjadi
tua adalah sebuah proses alam yang tidak dapat dihindari. Kota, sebagai tempat
yang sangat diminati untuk berbagai kepentingan, kadang kala menjadi tempat
pilihan untuk menghabiskan masa hidup seseorang. Ditengah pertumbuhannya yang
cepat dan semakin modern, bagaimanakah mewujudkan sebuah kota yang ramah untuk kaum lansia (orang
lanjut usia)?
Hasil data kependudukan Indonesia menyebutkan bahwa sekitar
7,5% penduduk berada di kategori umur diatas 60 tahun, yaitu usia dimana
seseorang sudah atau menjelang pensiun dan menjadi tidak produktif lagi.
Beberapa kota besar seperti DI Jogyakarta dan Surabaya mempunyai persentase
jumlah orang tua di atas rata-rata nasional, yaitu berturut-turut 12,95% dan 10,39%.
Kedua kota ini
bahkan mempunyai proporsi kategori penduduk umur lebih dari 75 tahun di atas
grup umur sebelumnya.
Berdasarkan data Departemen Kesehatan RI, ada tiga golongan
lansia, yaitu lansia dini (umur 55-64 tahun), lansia (umur 65 tahun keatas) dan
lansia beresiko tinggi (umur 70 tahun keatas). Kategori lansia dini merupakan
kelompok umur yang sebagian masih aktif produkti hingga persiapan menjelang
pensiun, sedangkan mulai kelompok umur lansia keatas akan semakin rentan terhadap
masalah kesehatannya.
Melihat perkembangan tren ini, jumlah lansia akan cenderung
bertambah di masa yang akan datang. Lalu apakah pentingnya umur tersebut dalam
sebuah perancangan kota?
Mengapa satu kelompok umur tertentu menjadi beda dengan kelompok umur lainnya?
Kondisi Fisik dan Mental yang Mulai Terbatas
Seperti balita yang
sangat sensitif dengan kondisi lingkungan, para orang lanjut usia juga mulai
mempunyai batasan terhadap gaya
hidup dan perubahan di sekitarnya. Walaupun banyak orang yang tetap sehat pada
umur diatas 60 atau 65 tahun, namun kondisi kesehatan mentalnya akan menurun
sejalan dengan proses pertambahan umur. Kondisi tersebut yang akan mempengaruhi
kegiatan dan cara berinteraksi sehari-hari, baik dengan orang dan makhluk hidup
lain hingga respon terhadap kondisi lingkungan yang ada sekitarnya.
Seorang ahli gerontologi menyebutkan bahwa perubahan pada
kulit, otot dan tulang, sistem syaraf, dan sistem tulang punggung merupakan
penurunan perubahan yang umumnya terjadi pada kaum lansia (Fitzpatrick dan LaGory
2002). Keluhan kesehatan yang umumnya terjadi berkisar seringnya mengalami
kelelahan walaupun suhu tubuh yang relatif lebih rendah dari orang dewasa
lainnya, penyusutan tulang dan otot, rematik, serta penurunan kesehatan dan nyeri
pada sendi. Selain itu, terjadi penurunan mobilitas dan mulai menurunnya
orientasi terhadap satu ruang, bergerak dan bereaksi semakin lambat, berkurangnya
kemampuan mendengar dan melihat, serta semakin rentan terhadap penyakit akibat berkurangnya
sistem kekebalan tubuh.
Kondisi tersebut akan semakin buruk jika seorang yang
berusia lanjut tidak mempunyai perencanaan masa tua sebelumnya. Selain
menghadapi kondisi ekonomi, juga akan menghadapi kondisi sosial yang berbeda
dengan orang dewasa pada umumnya. Yang paling umum terjadi adalah orang tua
harus mengadapi rasa kesepian di tengah masyarakat yang mulai dirasakan tidak
ramah dan individualis.
Dengan kondisi mental tersebut, saat harus berhadapan dengan
lingkungan yang kotor dan tidak nyaman akan memudahkan orang tua untuk merasakan
stress. Tidak jarang hal tersebut dapat memperburuk berbagai gejala penyakit
mental organik seperti kegelisahan yang sangat, depresi, hingga schizophrenia
Menjadikan Kaum Lansia sebagai Individu dalam Sebuah Kota
Pada umumnya, banyak perbedaan antara cara pandang antara orang
lanjut usia dengan orang dewasa, diantaranya adalah dari cara memandang makna
dari sebuah objek atau ruang, perbedaan tingkat rasa puas atau rasa takut,
serta peta mental (mental map) terhadap lingkungan di sekitarnya. Orang
dewasa biasanya akan menandakan sebuah objek atau ruang dari apa saja yang
mereka lihat dengan inderanya, baik dari bentuk hingga warna, serta rasa
teritoral terhadap sesuatu. Sedangkan pada orang tua, lebih banyak menandakan
sebuah objek atau ruang berdasarkan kultural dan psikologi. Orang tua akan
mudah mengingat sesuatu berdasarkan pengalaman pribadi dan memori dari apa yang
mereka ingat dan rasakan. Berdasarkan hal ini, orang tua akan sangat sulit
mengingat objek atau ruang yang berubah dengan cepat, seperti cepat dan maraknya
pembangunan bangunan baru di sebuah area.
Untuk area yang lambat pertumbuhannya seperti area pemukiman
yang telah lama ada, lansia akan mengingat kondisi fisik dan sejarah di tempat
tinggalnya lebih detail dari kaum muda. Selain itu, kaum lansia cenderung
mempunyai perasaan ‘rasa jauh’ yang lebih besar sehingga membuat mereka cenderung
lebih terbuka dan berinteraksi dengan komunitas di sekitarnya, terutama dengan tetangga
yang terdekat. Kaum muda lebih banyak menjelajah ke tempat yang lebih jauh dari
kaum lansia dan cenderung bergerak lebih cepat sehingga kurang dapat mengingat
detail dari setiap area yang dilaluinya.
Ada
satu hal yang menarik dari cara pandang orang lansia terhadap rasa takut dan
tingkat kepuasan terhadap sesuatu. Dari
sebuah hasil riset gerontologi di Inggris, banyak orang lansia yang mempunyai
rasa takut yang lebih tinggi dari orang dewasa pada umumnya tetapi mereka lebih
mudah untuk merasa puas dan menerima terhadap kondisi di sekitarnya. Dengan
daya jelajah area yang lebih sempit dan keterbatasan sumber daya, menempatkan para
lansia cenderung menjadi bagian dari masyarakat yang lebih mudah menjadi korban
dari kekerasan di lingkungan rumahnya sendiri.
Dengan segala
kondisi dan hambatan tersebut, kaum lansia mempunyai pilihan yang lebih sempit
secara spasial dan harus lebih berhati-hati untuk dapat hidup di sebuah kota
besar. Hal ini disebabkan oleh banyaknya kota yang mempunyai karakteristik dan
kondisi secara fisik, psikologi maupun sosial yang tidak ramah, tidak aman dan
tidak menyehatkan bagi mereka.
Aplikasi dan
Rekomendasi Disain
Mengaplikasikan
disain secara universal dipandang tidak dapat mengakomodasikan kebutuhan
spesifik grup umur dan kelompok dengan kebutuhan khusus. Tetapi jika ingin
melakukan spesifikasi disain berdasarkan umur, haruslah mempunyai kaidah dan
aturan khusus, sehingga tidak hanya memaksakan satu disain instan ke dalam satu
area. Dan akan lebih baik jika melakukan satu perbaikan kualitas disain di satu
grup umur, harus diikuti dengan perbaikan di grup umur lainnya.
Dari sebuah pusat
aplikasi ilmu Gerontologi, dikatakan bahwa jika melakukan aplikasi disain untuk
grup umur anak-anak akan mengurangi aplikasi disain di grup umur lansia, tetapi
jika memperbaiki aplikasi disain di grup umur lansia akan mengakomodasikan
kebutuhan grup umur anak-anak. Karakteristik grup umur lansia dipandang lebih
rentan dan lambat pulih dari grup umur anak yang masih dalam pertumbuhan dan
lebih intensif dari pengawasan orang yang lebih tua darinya. Untuk kaum lansia
yang kondisi dan metabolismenya semakin menurun, cenderung lebih banyak hidup
dan beraktifitas sendiri atau dalam satu grup dengan kategori umur yang sama.
Berdasarkan
pembagian kategori umur lansia sebelumnya, kategori tersebut akan membedakan karakter
dari kemampuan dan tipe aktifitas serta akan mempengaruhi jenis fasilitas apa
saja yang diperlukan. Dimulai dari kelompok lansia dini yang masih cukup
mandiri, gesit dan mudah berpindah tempat akan mempunyai tipe aktivitas yang
masih bisa untuk menaktualisasikan diri, rekreasi serta interaksi sosial yang
cukup intensif. Untuk mengakomodasikan kebutuhan ini, maka lokasi pemukiman
diletakkan tidak jauh dari lingkungan pemukiman orang dewasa pada umumnya dan
menyediakan lokasi umum untuk menjadi tempat bertemu yang nyaman. Kelompok umur
lansia hingga lansia beresiko tinggi, akan mengalami proses perubahan daya dan
kemampuan fisik, dimana akan lebih memerlukan bantuan orang lain serta
kebutuhan perlindungan dan terapi atas kesehatannya. Untuk kelompok ini,
direkomendasikan sebuah lokasi yang cukup banyak area hijau/taman yang nyaman
dan rendah polusi.
Banyak
kesalahpahaman yang terjadi belakangan ini mengenai bagaimana merawat kaum lansia.
Hal yang umum dilakukan adalah menempatkan grup lansia di area yang cenderung
tertutup dan melarang atau memberikan sedikit kebebasan bagi mereka untuk
menikmati ruang luar. Padahal dengan kondisi seperti itu, justru akan membuat
kaum lansia rentan terhadap stress sehingga mudah mengalami gangguan kesehatan
fisik dan emosional.
Untuk mewujudkan
kota yang ideal bagi kaum lansia, dapat dimulai dengan memahami karakter dari
lansia itu sendiri sehingga perencanaan sebuah area khusus untuk mereka dapat
sesuai dan memenuhi fasilitas yang dibutuhkan. Hal yang cukup penting diperhatikan
adalah bagaimana sebuah kota dapat menyediakan lebih banyak ruang terbuka
seperti taman lingkungan yang asri, bersih, aman, dan nyaman.
Untuk area
pemukiman, penting diperhatikan bahwa letak lokasinya harus berada di area yang
rendah tingkat polusinya, baik polusi air, suara, maupun udara. Selain itu,
lokasi tersebut haruslah mempunyai kemudahan akses serta arah pandang yang
lebih lebar untuk melihat lebih baik. Kemudahan akses ini termasuk menyediakan
area pedestrian yang aman dan nyaman dengan penerangan di malam hari yang baik,
penyediaan transportasi umum seperti bis dan mikrolet, hingga kereta api. Arah
pandang yang luas dan mempunyai petunjuk arah yang jelas bertujuan untuk
mengetahui orientasi arah dan hambatan hingga untuk saling mengawasi untuk
cepat memberikan pertolongan dalam keadaan darurat.
Ada berbagai
macam fasilitas penting untuk mendukung aktifitas kaum lansia, yaitu pusat
perawatan dan terapi orang jompo, klinik atau rumah sakit, pasar atau area
perbelanjaan, pusat berolah raga, tempat beribadah umum, hingga sarana lainnya
seperti perpustakaan hingga taman lingkungan. Semua fasilitas yang ada akan di
disain sesuai dengan karakteristik dan standar untuk golongan umur lansia,
seperti merencanakan area singgah (drop-in)
untuk memberikan area duduk dan beristirahat dalam jarak tertentu, membuat area
hijau yang mampu menyerap gas CO2, hingga terapi dengan berkebun.
Regulasi,
Aplikasi Disain hingga Kontribusi Sosial
Terlepas dari
kebijakan pemerintah dan kepentingan politik lainnya, sudah saatnya membuat langkah
lebih maju untuk mewujudkan kota ramah lansia. Salah satunya adalah dengan
mengaplikasikan perencanaan kota yang terarah dan berkelanjutan yang
dikombinasikan dengan peningkatan kualitas fasilitas dan lingkungan perkotaan
yang lebih baik.
Referensi
penggunaan konsep green city dan green building dapat menjadi sebuah
langkah awal yang harus berkelanjutan dan tidak hanya menjadi eforia sesaat.
Pemangku kebijakan dapat berpartisipasi aktif untuk mengeluarkan regulasi yang
pro kepada kelompok umur lansia dan melakukan pengawasan secara proaktif
bersama masyarakat umum. Peningkatan standar kesehatan lingkungan hingga kebijakan
kota yang selaras dan terpadu di berbagai bidang yang akan meningkatkan
kesadaran setiap individu untuk menjalaninya, menjadi sebuah langkah awal dari
terwujudnya kota yang ramah bagi semua lapisan masyarakat termasuk anak dan
kaum lanjut usia pada khususnya.
***
Bahan bacaan:
Fitzpatrick,
Kevin and Mark LaCory.2000. Unhealthy Places, The Ecology of Risk in the Urban
Landscape. Routledge. New York.
Marcus, Clare
Cooper and Carolyn Francis. 1998. People Places, Design Guidelines for Urban
Open Space. Second Edition. Van Nostrand Reinhold. United State of America.
Badan Pusat
Statistik. 2011. Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin 2010.
www.bps.go.id/aboutus.php?sp=1.
Catatan: Artikel ini merupakan versi asli dari artikel yang telah dipublikasikan oleh Majalah Garden Edisi 61/2012.